Kisah Berhijab: Hijrah, Hijab dan Komitmen (2 - habis)



“Hai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan ALLAH, supaya mereka ingat.” (QS : Al A’raf : 26).

Dari hijrah ku ini, aku menemukan makna hijab bagi seorang muslimah. Lingkungan di desa belum banyak yang berhijab. Sedari kecil sampai SMP aku bersekolah tanpa hijab, seragamnya lengan pendek dan roknya dibawah lutut. Ya, pengetahuan tentang hijab yang aku miliki saat itu sangat minim ditambah lingkungan yang kurang mendukung membuatku enjoy dengan penampilanku, padahal dosaku menumpuk, Astagfirullah. 

Aku melanjutkan sekolah di Madrasah Aliyah, kagum dengan lingkungan baru, mereka agamis, mushola selalu ramai, anak-anaknya pandai mengaji. Walaupun aku sekolah di Madrasah namun aku belum istiqomah menggunakan hijab, beberapa kakak kelas diam- diam pernah tidak sengaja melihatku tak berhijab, beberapa guru pun demikian, namun apadaya aku masih malas menjemput hidayah Allah, hingga akhirnya aku hanya malu dilihat tak berhijab karena manusia, bukan karena Allah yang melihat. 

Nampaknya saat itu hatiku masih keras karena rasa diawasi oleh Allah hampir tak menjadi PR untukku. Tahu bahwa menutup aurat adalah wajib bagi setiap muslimah, tapi sekedar tahu, setelah itu, ya sudah melenggang begitu saja. Seorang kakak kelas menegurku, “Mau menunggu apalagi untuk berhijab? menunggu menikah? menunggu mempunyai anak ? menunggu beruban ?” 

Perkataan itu sangat menusuk kalbu dan mampu menyadarkanku. Aku hanya menjawabnya, “Iya ka Insyaa Allah, pelan-pelan.” 

Lalu katanya, ”Kamu pilih naik sepeda ontel ataukah motor Jupiter? pasti motor Jupiter kan? karena itu lebih cepat lebih baik.” 

Aku menghela nafas panjang. Sejak itulah aku bangkit, berkomitmen, bismillah ingin berubah menjadi lebih baik. Tak peduli apa kata orang tentangku sebelumnya. Bukankah jika kita berjalan menuju kearahnya Nya, maka Allah berlari menuju ke arah kita? 

Waktu terus bergulir, tiba saatnya aku menentukan masa depan ku. Alhamdulillah Allah mengijinkan aku kuliah di Universitas Islam Negeri di Jakarta, disana aku mengikuti sebuah UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Aku berfikir kegiatan apa yang mampu membantuku mengembangkan diri di bidang keislaman, maka bergabunglah aku dengan Lembaga Dakwah Kampus (LDK). 

Bergaul dengan wanita- wanita sholihah menjadikanku semakin memantapkan hati untuk berhijab lebih syar’i, berproses sedikit demi sedikit karena aku yakin Allah menyukai proses sebagai bentuk kesungguhan hamba Nya. 

Luar biasa banyak sekali ujian di tahap ini, sampai aku terheran- heran, hanya pertolongan Allah yang mampu membuatku bertahan. Khimarku yang menjuntai mengundang banyak pernyataan, pertanyaan dan sanggahan yang terkadang menyayat hati. 

Namun alhamdulillah kedua orangtuaku tak keberatan, mereka fahim jikalau menutup aurat sunnahnya menutupi dada, dengan hijab yang kupakai sekarang mereka nilai menjadi terlihat lebih sopan, walaupun awalnya Ibu menegur, “Kepanjangan tuh, pendekin dikit.” 

Aku hanya tersenyum. Pamanku pun sempat protes, “Emang ikut jama’ah apa, kerudung gedombrongan (kebesaran) gitu? 

Hmmm... aku sempat bingung, rupanya masih banyak yang salah persepsi, mereka masih saja sibuk dengan orang yang sudah berhijab, berkomentar ini dan itu, sedangkan yang belum berhijab masih sangat banyak dan mereka santai saja.

Ayat Al Qur’ an yang memerintahkan perempuan menutup auratnya sudah sangat populer, namun mengapa masih sulit diaplikasikan? Itu karena syaitan selalu mengambil kelemahan manusia. 

Disebutkan dalam Al Qur’ an, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu kedalam islam secara menyeluruh dan janganlah kamu turut langkah- langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah : 208). 

Kemudian kawanku, “Kamu tuh aneh, jilbabnya panjang, pakai rok, pakai gamis, pakai kaos kaki, pakai manset tangan, emang gak gerah apa? Sekali-sekali ke kampus pakai celana dong.” 

Sekali tidak, tetap tidak untukku, ini jalan terbaik yang sudah aku pilih, panas, itu resiko, kupikir di neraka jauh lebih panas. 

Ciri khas ku di kampus dikenal suka memakai gamis, salah satu temanku berkomentar, “Kamu punya gamis berapa lusin sih, tiap hari pakai gamis, boleh tuh kerudung dibagi 4?” 

Ya, sejak aku berhijab, aku lebih cenderung memakai gamis, selain sederhana, tidak terlihat lekuk tubuhku, dan sekarang sudah banyak gamis- gamis yang trendi tapi syar’i, biarkan saja mereka menilai, itu hak mereka. Yang ku teladani bahwa yang benar tetaplah benar di mata Allah karena yang kujalani adalah norma- norma agama Islam. 

Salah satu teman kamar di asrama saat itu berkata, “Kerudungnya panjang banget, nanti kalau habis buang air itu jilbab bisa buat elap ya ?” 

Maha besar Allah yang melapangkan dadaku, apakah sehina itu ia menilai arti hijab, tak habis pikir ia tega mengucapkan demikian kepada temannya sendiri. 

Pernah aku bertanya kepada seorang kawan alasan mengapa ia tak menyukai memakai rok, jawabnya, “Pakai rok itu jalannya irit.” 

Aku tertawa geli, tapi irit disini untukku adalah hal yang positif, bukankah perempuan tidak boleh menyerupai laki-laki? Pernah sewaktu aku dan teman-teman sedang makan gorengan, lalu kami mencari tisu untuk mengelap tangan kami yang kotor, rupanya tidak ada, kemudian salah satu diantara mereka menunjuk jilbabku, “Ini aja lebar, bisa didudukin lagi.” 

Bicaralah semaumu teman, asalkan jangan mendzalimi orang lain, kumohon itu, gumamku dalam hati. 

Nabi Muhammad SAW tak pernah marah ketika dirinya dihina, tak pernah marah ketika di ludahi dalam perjalanan dakwahnya, tapi beliau akan sangat marah jika ada yang menghina Allah dan Agamanya. 
.
Aku ingin bersabar seperti beliau. Aku bingung mengapa banyak yang memandang jilbaber itu menganut aliran tertentu, jilbaber itu ikut partai X , jilbaber itu munafik, Masyaa Allah mengapa berburuk sangka, padahal kemuliaan seseorang hanya Allah yang tahu. 

Tak gentar dengan semua itu, walau terkadang sedih, kulihat temanku kurang percaya diri ketika akan pergi bersama karena khimarku yang panjang, dan mengurungkan niatnya untuk mengajakku pergi. 

Kini aku mencoba berdakwah, berbaur dengan mereka namun tidak melebur, tetap menjaga komitmen yang telah aku bangun dengan sekuat tenaga dan sekuat hati. 

Yakin dengan Ayat Nya,” Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad:7).

******
Apakah kamu punya cerita inspiratif seputar hijab (hijab story, jodoh, pernikahan)? Atau punya tips tentang perempuan dan hijab (fashion, kecantikan, kesehatan, makanan, resep masakan atau tutorial hijab)? Ayo kirimkan ke email redaksi: coveringhijab@gmail.com sertakan juga biodata singkat kamu ya

Lets be part and being useful hijabers with BeeHijab

*****

Comments

Popular Posts